Karbon
Perpres No. 98 Tahun 2021 menyebutkan penyelenggaraan mitigasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada Sektor: energi; limbah; proses industri dan penggunaan produk; pertanian; kehutanan; dan/atau Sektor lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Aceh memiliki luas hutan sekitar 3.557.928 hektar, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 103/MenLHK-II/2015, dengan luas hutan lindung mencapai 1.844.500 ha, hutan konversi 1.066.733 ha, dan kawasan hutan produksi 638.580 ha. Dari jumlah luas hutan Aceh tersebut diperkiraan dapat menampung sekitar 1,1 miliar karbon. Selain itu, dalam kajian ekosistem karbon biru, kawasan ekosistem laut yang termasuk di dalamnya adalah terumbu karang. Ekosistem karbon biru ini berpotensi besar sebagai penyerap dan penyimpan karbon (carbon sequestration and storage) yang berperan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklmi. Di sisi lain, Aceh merupakan daerah yang berpotensi akan bencana tsunami.
Selain itu, alternatif lain dalam mitigasi bencana perubahan iklim, Indonesia telah menerapkan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/ CCS). Saat ini, CCS adalah teknologi yang mampu memitigasi lepasnya emisi gas rumah kaca (GRK) dari aktivitas pemanfaatan bahan bahan fosil pada industri dan pembangkit listrik skala besar. Pada saat yang sama, karbondioksida yang ditangkap bisa dimanfaatkan untuk mengoptimalkan produksi minyak dan gas bumi pada sebuah sumur minyak (Enhance Oil Recovery/EOR). Karbondioksida yang diinjeksi bisa meningkatkan volume hidrokarbon sehingga cadangan minyak bisa dioptimalkan. Pemanfaatan teknologi CCS untuk EOR sangat potensial di Aceh mengingat sumur migas yang produksinya menurun ternyata masih menyimpan cadangannya.
Rencana pengelolaan Karbon Aceh menjadi penting mengingat jasa atau proses Penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim tersebut dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat Aceh. Apalagi, Aceh juga memiliki potensi ekosistem laut dan pesisir yang luas untuk mendukung target pemerintah mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060. Berdasarkan permasalahan tersebut, PT. PEMA menjalankan program Penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim dengan menjalankan Peta jalan perdagangan karbon baik dari sektor kehutanan, industri, energy dan sektor lainnya untuk melakukan mitigasi perubahan iklim dengan mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai pelaku aktif pembenagunan yang berkelanjutan di Aceh.
Tujuan
Pengelolaan karbon Aceh yang berkelanjutan dan dinikmati oleh masyarakat secara trans generasi.
Ruang Lingkup
Terdapat 5 (lima) kegiatan utama yang dilakukan oleh PT. PEMA dalam program pengelolaan karbon dan perubahan iklim. Adapun kegiatan tersebut adalah:
Peningkatan kapasitas dan kemitraan pengelolaan Energi Terbarukan untuk pencapaian Net Zero Emission
Peningkatan kebijakan dan kerangka praktis untuk manajemen pengelolaan karbon Aceh
Pengembangan dan optimalisasi pengendalian perubahan iklim berbasis masyarakat
Inisiasi Ekosistem Karbon Biru Terumbu Karang sebagai Critical Natural Capital
Pengendalian, Pengelolaan dan Edukasi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar
Peningkatan kapasitas dan kemitraan pengelolaan Energi Terbarukan untuk pencapaian Net Zero Emission
PEMA melanjutkan komitmen pemerintah dalam mempercepat penggunaan energi terbarukan di Aceh. Inisiasi kegiatan diinisiasi sejak tahun 2017 untuk mendukung Aceh berdikari energy di masa depan dalam Share Holder Agreement (SHA) antara PT Pertamina Geothermal Energi dan PT Pembangunan Aceh tentang pembentukan entitas baru PT. Geothermal Energi Seulawah. Pembentukan entitas ini merupakan perwujudan dukungan terhadap target pemerintah mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.
Berdasarkan hasil kajian WKP Seulawah Agam mempunyai cadangan sebesar 160 MW. Pada tahan awal direncanakan Pembangunan PLTP 2 x 55 MW. Hal tersebut dikarenakan WKP Seulawah Agam termasuk kedalam daftar project pembangkit tenaga Listrik dalam Fast Track Program Tahap 2 (FTP2) yang tertuang dalam Perman ESDM N0. 32 Tahun 2014 yang terestimasi kapasitas sebesar 110 MW. Pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkit tenaga Listrik dari WKP Seulawah Agam memerlukan investasi yang sangat besar mencapai 752 juta USD untuk kapasitas produksi 110 MW dengan usia project 30 Tahun. Pemanfaatan energi panas bumi bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan pemanfaatan energi baru terbarukan.
Untuk mencapai tujuannya, PT. PEMA melakukan kegiatan peningkatan sumber daya staf dalam partisipasi aktif di berbagai konferensi dan seminar internasional dibidang karbon dan perubahan iklim. Capaian kegiatan ini adalah: terbentuknya kelompok kerja yang berkapasitas dalam pengelolaan energi terbarukan di Aceh; Terdapatnya ketentuan manajemen dan operasional kebermanfaatan entitas mencapai Net Zero Emission, serta Peningkatan kesiapan PT. PEMA dan Pemerintah Aceh dalam implementasi karbon Aceh yang berkelanjutan.
Peningkatan kebijakan dan kerangka praktis untuk manajemen pengelolaan karbon Aceh
Kegiatan dilaksanakan untuk mempersiapkan regulasi pengelolaan karbon Aceh baik karbon kehutanan maupun yang non-kehutanan (industry) sebagai bahan utama dan alternative implementasi pengelolaan karbon Aceh yang relevan dengan kualitas dan kebermanfaatan bagi masyarakat Aceh. Saat ini project CCS sedang digarap dibeberapa lapangan Migas di Indonesia bahkan di dunia hal ini dikarenakan karbon yang dapat di simpan di bawah tanah agar tidak masuk ke atmosfer dari aktivitas pemanfaatan bahan bahan fosil pada industri dan pembangkit listrik skala besar sangatlah besar. Selain itu dengan adanya regulasi yang jelas dalam pengelolaan karbon Aceh akan membantu kesiapan PT. PEMA dan Pemerintah Aceh dalam implementasi karbon Aceh yang berkelanjutan. Instrumen ini akan secara detail menyebutkan bahwa pemerintah daerah maupun entitas pelaku karbon di Aceh akan mendapatkan insentif ketika berhasil menurunkan emisi yang dikeluarkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, aktivitas yang dilakukan adalah: 1). Sinkronisasi kemitraan dengan pelaku stakeholder dalam Rencana pemanfaatan karbon Aceh. 2). Formalisasi dan Advokasi Qanun pemanfaatan karbon Aceh. 3). Diskusi Teknis dengan stakeholder dalam Rencana pemanfaatan karbon Aceh, serta 4). Legalisasi qanun pemanfaatan karbon Aceh. 5). Implementasi teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) menjadi alternatif dalam mitigasi bencana perubahan iklim Capaian yang telah diperoleh dalam kegiatan ini adalah Draft qanun masuk dalam pembahasan legislatif Aceh prioritas tahun 2023. Selain itu PT PEMA melalui anak usahanya PT Pema Aceh Carbon melakukan Implementasi teknologi CCS di Lapangan Migas Arun Lhoksuemawe. Sebagaimana diketahui, Lapangan Migas Arun Lhoksuemawe adalah salah satu lapangan minyak dan gas terbesar di Indonesia yang sangat potensial untuk pengembangan bisnis CCS.
Pengembangan dan optimalisasi pengendalian perubahan iklim berbasis masyarakat
Secara umum, kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat dan memberdayakan kehidupan masyarakat, baik secara ekonomi, kelembagaan sosial, dan memperkecil terjadinya konflik sosial, Membuka ruang kerja dan kesempatan, untuk pengetahuan maupun keterampilan bagi masyarakat sekitar, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, di sekitar dunia usaha atau industri, serta turut membantu program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, dengan mengelola karbon kehutanan dalam program yang berkenaan dengan kehutanan, jasa lingkungan, desa proklim, dan kemitraan dunia usaha.
3.1. Penanaman 1000 Bibit Mangrove di Desa Kajhu Aceh Besar
Aceh memiliki area pesisir yang sangat luas dan untuk mencegah abrasi pantai atau menahan arus laut yang mengikis daratan pantai perlu adanya tanaman mangrove. Sebagaimana diketahui mangrove dapat menjadi penghasil oksigen (O2) dan penyerap gas karbondioksida yang dapat membantu penurunan emisi karbon. Lokasi yang dipilih adalah area yang terdampak tsunami dan daerah tersebut juga masih sangat minim hutan mangrove sehingga PT PEMA tetap konsisten dalam melanjutkan kegiatan ini hingga menjadikan wilayah ini menjadi wilayah hutan mangrove yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
3.2. Pemanfaatan Karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa
Rencana pemanfaatan Karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa akan digunakan sebagai acuan dasar dalam menentukan kebijakan dan sinergitas pemanfaatan dana karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa. Rencana pemanfaatan Karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa dalam kemitraannya dengan PT. PEMA digunakan oleh Pemerintah Kota Langsa sebagai acuan dasar dalam melakukan pilihan tindakan; benefit sharing mechanism; alokasi tugas dan sumber daya pada seluruh tahapan pemanfaatan dana karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa dalam skema yang diperkenankan oleh peraturan yang berlaku. Selain itu, kegiatan akan diarahkan kepada upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam program-program pemanfaatan Karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, aktivitas yang dilakukan sebagai berikut :
Penetapan Tim Teknis pemanfaatan karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa
Diskusi Teknis PEMA dan Pemerintah Kota Langsa dengan pelaku dan pemilik konsesi lahan mangrove di Kota Langsa dalam Rencana pemanfaatan Karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa
Finalisasi Rencana pemanfaatan karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa
Advokasi dan legalisasi pemanfaatan karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Kota Langsa
Rencana Aksi pemanfaatan karbon dan jasa lingkungan Hutan Mangrove Pemerintah Kota Langsa dan PT. PEMA
Inisiasi Ekosistem Karbon Biru Terumbu Karang sebagai Critical Natural Capital
Ekosistem laut Aceh termasuk yang paling produktif di Indonesia. Ekosistem ini memberi Aceh jasa ekosistem yang penting seperti perlindungan pantai dari ancaman gelombang ekstrim dan melindungi daerah ikan berkembang biak. Dalam kajian ekosistem karbon biru, kawasan ekosistem laut yang termasuk di dalamnya adalah terumbu karang. Ekosistem karbon biru ini berpotensi besar sebagai penyerap dan penyimpan karbon (carbon sequestration and storage) yang berperan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklmi. Di sisi lain, Aceh merupakan daerah yang berpotensi akan bencana tsunami. Menjadi sangat relevan dengan agenda FOLU Net Sink 20230 untuk melakukan berbagai inisiasi yang mencakup aspek-aspek partisipasi masyarakat yang bereloborasi dengan pemerintah, sub nasional, dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, aktivitas yang dilakukan:
Konservasi Laut Lamreh Aceh Besar
PT PEMA bersama masyarakat melakukan pelaksanaan upaya pencapaian target NDC melalui
penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim di daerah Konservasi Laut Lamreh Aceh Besar. Kawasan Lamreh merupakan daerah pesisir yang memiliki potensi sumber daya laut yang kaya akan tetapi terjadi beberapa tekanan terhadap ekosistem laut di kawasan ini akibat aktivitas seperti penangkapan ikan yang berlebihan, pembuangan limbah, dan perubahan iklim padahal daerah ini mempunyai banyak potensi, mulai dari benteng historis, panorama yang indah, dan tempat yang potensial untuk pariwisata. Disamping itu, di kawasan ini terdapat potensi terumbu karang yang berpotensi sebagai sumber penyimpan makanan ekosistem laut dan objek penelitian dan wisata.
Program juga dimulai dengan pemasangan bouy sebagai penanda batas wilayah Konservasi Perairan Daerah Kawasan Konservasi Kelautan Inong Balee Desa Lamreh. Pemasangan buoy bertujuan untuk menandai batas wilayah konservasi laut di Kawasan Inong Bale sebagai upaya pelestarian dan penggunaan sumber daya laut yang berwawasan pengurangan risiko bencana. Kegiatan ini ini telah dimulai Bulan April 2023 yang dilakukan di Balai PKK Desa Lamreh dan Pantai Inong Balee Desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar.
Pengendalian, Pengelolaan dan Edukasi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar
Dalam rangka mendukung Pemerintah dalam menurunkan emisi karbon dalam sektor sampah dn limbah, PT. PEMA telah melakukan inisiasi program Pengendalian, Pengelolaan dan Edukasi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari aksi kampanye dan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah di lingkungan masyarakat. Kegiatan edukasi dan kampanye world cleanup day 23 September 2023 menjadi salah satu aksi sosial global tahunan yang mengajak masyarakat untuk turut membersihkan dan menjaga kebersihan yang bertujuan untuk mengurangi masalah limbah padat dan sampah laut. Lokasi pembinaan adalah Ulee Lheu dan daerah aliran Sungai Lamnyong yang dari hasil survey dan studi yang dilakukan merupakan salah satu wilayah yang terindikasi memproduksi sampah limbah padat yang mencemari pantai dan laut. PT PEMA juga memberikan bantuan 2 unit Viar kepada Pemerintah Aceh Besar untuk kegiatan operasional pengangkutan sampah di wilayah Aceh Besar dengan harapan dapat mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan oleh individu, rumah tangga, dan masyarakat secara keseluruhan yang masih belum bisa terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sehingga lingkungan di wilayah Aceh Besar menjadi bersih dan sehat. Kegiatan lainnya adalah meningkatkan sharing knowledge dengan teknologi pengelolaan sampah yang komprehensif seperti pengelolaan TPA terpadu dengan sistem pengelolaan (pengumpulan sampah, pemilahan, daur ulang, pengelohan sampah organik, pengelolaan sampah organik) dan penggunaan incinerator berteknologi tinggi, serta melakukan kajian bersama masyarakat akan potensi Bank Sampah yang diketahui dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.